Monday, March 1, 2010

P4K - Pengamen, Pengasong, Pengemis dan Pelaku Kriminal

Pengamen
Ada cerita menyebalkan tentang pengamen akhir-akhir ini. Mereka sering kita temui di tempat-tempat makan K5 atau warung-warung makan sederhana dekat area perkantoran. Nah, sekarang-sekarang ini, mereka mulai menunjukkan gejala tidak menyenangkan. Bila mereka mengamen di suatu meja dengan ada 6 orang yang sedang makan, mereka akan menunggu 6 kali tanda usiran dari orang yang sedang makan, bila ternyata keberatan memberikan mereka uang.
Bayangkan, kalau yang makan di dekat kita bukan orang yang cepat tanggap atau merasa perlu mengangkat tangan tanda tidak akan memberi uang. Kita pasti akan tersiksa dengan nyanyian mereka, terutama jika ternyata suaran mereka tidak menyenangkan dan suara alunan petikan gitar mereka sumbang bin rombengan.
Pengemis
Ada cerita unik (tapi buatku itu menyesakkan), yang pernah saya alami beberapa tahun silam, di masa saya masih begitu naif memandang segala sesuatu. Suatu pagi, ketika saya dalam perjalanan ke kantor, mobil angkot yang saya naikin berhenti pas di lampu merah. Dan di bawah lampu merah biasanya saya melihat seorang pengemis, berpakaian kotor, lusuh dan tak terawat. Tapi pagi itu, dia tidak ada di sana. Pikirku, mungkin dia sudah mendapatkan pertolongan yang layak dan bisa hidup wajar. Tak lama seorang pria datang, membawa kantong kresek. Pakaian nya, walau bukan pakaian baru, tapi yang jelas bersih dan rapi, ada garis-garis pakaian yang disetrika. Seketika hati ini bertanya-tanya, ada apa dia kesana, dan duduk di sana. Jawaban nya mengejutkan dan menjengkelkan hati. Betapa tidak, dia berganti pakaian dengan pakaian kotor, lusuh dan compang-camping!!!
Astaga, ternyata dia yang sering berada di sana. Hati ini benar-benar mangkel, tapi aku hanya bisa diam seribu bahasa.
Sejak saat itulah, tidak ada lagi hati tergerak kepada makhluk yang namanya pengemis, selusuh dan sedekil apapun, cacat secacat apapun. Tidak ada kata kasihan, apalagi pingin berbagi kepada mereka. Walaupun mungkin ada benar-benar manusia yang tersia-sia di jalan, dan tak ada lagi jalan lain selain mengemis, tapi hati ini sudah terlanjur "mengeras".
Mereka tak ubahnya makhluk pemalas, pencari jalan cepat mencari sesuap nasi.
Mungkin sikap seperti itu ada di sekitar kita juga, dan sayangnya mereka tak berpakaian kotor, lusuh dan compang-camping, seperti layaknya seorang pengemis. Mereka ini berpakaian rapi dan wangi. Mereka ini yang justru lebih berbahaya. Sayangnya, terkadang kita sulit mendeteksi mereka. Mereka ibarat serigala berbulu domba.
Tapi inilah hidup, keras memang, tapi harus tetap kita jalani sampai waktu kita kembali pada Nya.

Wednesday, August 19, 2009

Ohhhh Begitu

Seberapa jauh kedewasaan seseorang rupanya bisa dideteksi saat ada orang yang melakukan kesalahan pada dia. Dia bisa bersikap sesuai kebutuhan, berdasarkan seberapa berat kesalahan itu, seberapa banyak orang itu melakukan kesalahan yang sama, apakah orang itu menunjukkan penyesalan atas kesalahan itu dan meminta maaf. Dia masih bisa memilah kata-kata untuk diucapkan pada orang itu. Kalau ternyata dia tak bisa bersikap sesuai kebutuhan, dan malah bersikap seenakedewek, menunjukkan orang itu tidak dewasa sama sekali. Melelahkan bergaul dengan orang seperti itu.

Wednesday, July 15, 2009

Arti Toleransi

Toleransi... Kata yang sering terdengar... Tapi apakah kita sudah memahami secara mendalam mengenai arti kata ini ? Kata yang indah bila kita sudah berhasil memahami artinya secara mendalam dan menerapkannya dalam kehidupan kita.

Banyak aspek dalam kehidupan kita yang bisa kita terapkan toleransi. Salah satu yang akan saya angkat dalam blog ini adalah toleransi dalam kaitannya dengan mayoritas dan minoritas dalam memutuskan sesuatu.

Di salah satu kantor yang saya pernah tercatat sebagai karyawan, ada suatu fasilitas kantor untuk karyawan dapat berolahraga, dan pilihan olahraga diserahkan pada karyawan untuk memilih dan mayoritas memilih 'FUTSAL'. Sampai terakhir saya berada di sana, futsal tetap menjadi satu-satunya olahraga yang dibiayai kantor. Karena karyawan yang dipilih sebagai penanggung jawab tidak menanggapi aspirasi karyawan lain yang menyukai olah raga lain dan menginginkan juga diberi kesempatan yang sama untuk dapat berolahraga dengan dan atas biaya kantor.

Tapi sayang beribu sayang, jawaban yang diperoleh hanya membuat saya sakit hati. Penyebabnya adalah saya malah dituduh sebagai karyawan yang tidak toleran. OMG, segitu nista nya kah arti toleran/toleransi ? Bukankah kalau kondisi seperti itu, minoritas mengikuti kehendak mayoritas jelas-jelas tidak masuk sebagai definisi toleran/toleransi. Itu adalah otoriter, karena mayoritas memaksakan kehendaknya sendiri. Yang pantas disebut toleran/toleransi adalah si mayoritas mengalah dan memberikan salah satu hari untuk karyawan lain dapat berolah raga lain, dan karyawan mayoritas dapat ikut serta dalam olah raga tersebut. Itu yang layak dan pantas disebut toleran/toleransi.

Dalam 1 (satu) bulan ada 4 (empat) minggu. Okelah, sebagai mayoritas, 3 (tiga) minggu olahraga nya adalah FUTSAL, jadi 1 (satu) minggu dalam sebulan bisa diisi olah raga lain. Katakanlah ada 3 (tiga) pilihan olahraga lain, Basket, Renang dan Volley. Jadi dalam 4 (empat) bulan atau setara dengan 12 (dua belas) minggu, ada sebanyak 9 (sembilan) kali olah raga FUTSAL, dan sebanyak 1 (satu) kali untuk Basket, 1 (satu) kali untuk Renang dan 1 (satu) kali untuk Volley.

Walau tetap tidak terdengar ADIL, tapi karena penggemar ketiga olah raga itu hanya minoritas, jadi masih cukup lumayan.

Tapi konsep ini pun tidak diterima oleh para karyawan mayoritas penggemar FUTSAL. Mereka tidak mau kehilangan waktu untuk ber FUTSAL ria. Mereka tetap berpendirian teguh, dan beranggapan para minoritaslah yang tidak toleran.

Agaknya, mereka sudah menutup mata hati dan akal sehat mereka.